- Diposting oleh : BILI GRIM, S.Pd
- pada tanggal : Januari 19, 2025
PKBM SILOAM - Ah, ini topik yang dulu sempat bikin aku garuk-garuk kepala waktu pertama kali belajar menulis dengan benar: Active Voice vs Passive Voice. Jujur aja, waktu itu aku nggak ngerti kenapa hal ini penting. Tapi setelah beberapa tahun nulis blog, aku sadar kalau pemilihan gaya penulisan ini tuh bisa bikin tulisanmu lebih hidup atau malah terasa kaku.
Keliatannya oke kan? Tapi pas aku kasih ke teman buat dibaca, dia bilang, "Kalimat ini kayak nggak punya energi. Siapa yang ngerjain tugasnya? Kayak datar banget." Nah, dari situ aku sadar, oh, ini ternyata Passive Voice! Masalahnya bukan karena Passive Voice itu salah, tapi karena kalimat itu nggak ngasih rasa urgensi atau personalitas.
Langsung terasa lebih tegas, kan? Ini yang namanya Active Voice. Subjeknya jelas, aksinya langsung, dan pesannya kuat. Intinya, kalau mau bikin pembaca merasa "tertarik" atau "dituntun", Active Voice biasanya lebih cocok.
Tapi tunggu, jangan buru-buru anti Passive Voice. Aku dulu juga mikir, "Ya udah, kalau gitu aku pakai Active Voice aja terus!" Tapi ternyata nggak sesederhana itu. Ada momen di mana Passive Voice lebih cocok, misalnya kalau subjeknya nggak penting atau kita mau fokus ke aksi itu sendiri.
Di sini aku sengaja pakai Passive Voice karena fokusnya ke konten berkualitas tinggi, bukan siapa yang menganggapnya penting. Rasanya lebih natural, dan itu membantu pembaca fokus ke inti pesan.
Nah, ini beberapa pelajaran yang aku petik dari pengalaman:
-
Gunakan Active Voice kalau mau terdengar tegas dan langsung. Misalnya, "Tim kami menyelesaikan proyek dalam dua minggu," lebih kuat daripada, "Proyek diselesaikan dalam dua minggu oleh tim kami."
-
Gunakan Passive Voice kalau subjeknya nggak penting atau ingin fokus ke hasil. Kayak di contoh tadi, kalau subjeknya nggak relevan, Passive Voice bisa lebih efisien.
-
Cek energi tulisanmu. Kadang kita nggak sadar terlalu banyak pakai Passive Voice, jadi tulisannya terasa datar. Tools kayak Grammarly atau Hemingway bisa bantu ngecek ini.
-
Variasikan gaya penulisan. Kalau semuanya Active Voice, bisa terasa monoton. Kalau semuanya Passive Voice, terasa nggak hidup. Campur sesuai konteks!
Ngomong-ngomong, aku sempat salah paham dulu, aku kira Passive Voice itu harus dihindari banget. Ternyata nggak juga, yang penting tahu kapan harus pakai. Jadi kalau kamu lagi nulis, coba baca keras-keras kalimatmu. Kalau terasa lemas atau kurang energi, mungkin saatnya pindah ke Active Voice.
Terakhir, kalau kamu bingung ngebedain, lihat aja struktur kalimatnya. Active Voice itu biasanya kayak "Si A melakukan X," sementara Passive Voice kayak "X dilakukan oleh Si A." Gampang kan? Nah, semoga cerita dan tips ini ngebantu kamu lebih paham soal Active dan Passive Voice!